Perjalanan dari Baluran yang sedikit kesorean kalo aku bilang. Gegara
lama berto-foto di gardu pandang dan Savana Bekol, jam 5 sore kami baru sampai
di Pantai Bama. 20-30 menit perjalanan dari Savana Bekol menuju ke pantai Bama
dengan menggunakan motor. Sebenarnya tidak terlalu jauh jaraknya, hanya 2 Km
dari savana. Tapi karena kondisi jalannya yang berbatu, makanya harus jalan
pelan-pelan kalo ga mau motornya oleng. Dika, Aryo, Rifqi, dan adikku sudah
sampai duluan. Sedangkan aku dan Galuh sedikit terlambat sampainya gegara
berhenti untuk berfoto di tengah jalannya. Dan berujung seruan “Wuoo!!” dari
adekku ketika kami datang terlambat. Hehehe.
Tak mau membuang waktu, kami memasang
hammock yang kami bawa. Tiga buah hammock terpasang gagah di bawah pepohonan di
sisi kiri pinggir Pantai Bama. Selesai memasang hammock Galuh yang gede dan
lumayan ribet bentuknya, aku segera mengeluarkan trangia dan logistik bawaan
kami. Aku memasak air untuk menyeduh kopi, etapi tunggu. Kayaknya ada yang
kurang. Ya, gula! Damn, lupa beli gula waktu belanja logistik tadi.
“Mbak, kopi paitnya segelas mbak.” Rifqi meledekku sambil tertawa gegara
aku beli kopi tapi lupa beli gulanya. Hahahaa.. Pinter!!
“Aku teh pait wae, Mbak.
Hahahaa..” Galuh menimpali mengejek pula sambil mengeluarkan logistik dari
dalam tasnya.
“Wes, pait gapapa. Tapi yang
penting itu sunsetnya bakalan manis.”
Ucap Aryo sambil menunjuk ke arah langit.
“Apalagi ada dekbebb.. Pasti jadi manis banget.” Eaaaakkkk!!! Dika dan Aryo yang sedari awal menggoda adikku, makin
jail saja bermodus ria terhadap adekku.
Masing-masing terlihat menikmati sore itu. Dika dan Aryo asik
motret-motret pantai, Rifki masih nyantai nangkring di hammock, adikkupun lebih memilih mematung di pinggir pantai
menikmati suara ombak. Sedangkan aku dibantu Galuh memasak mie goreng untuk
sedikit mengganjal perut kami. Rasa lapar yang melanda sedari tadi di Bekol, membuat
mie goreng yang kubuat langsung laris manis tak lama setelah matang. Heii...
kalian laper apa doyan? Hahaha.
Beralaskan matras aluminium foil, 5 gelas warna-warni kopi dan teh pait,
senesting mie goreng yang muter bergantian, dan beberapa cemilan, kami
benar-benar enjoy menikmati moment sore itu di sana. Celotehan dan
candaan jayus mewarnai obrolan kami. Terlebih ada adikku yang sedari awal
menjadi sasaran modus Dika dan Aryo. Hahaha.. (Sabar yo dek). Rasanya makin asik
dan pecah suasananya.
“Dah, Yok, terbangin cawatnyaah
(drone), keburu gelap ntar.” kata Dika pada Aryo untuk segera mengeluarkan dan
menerbangkan kamera drone yang dibawanya.
“Aman sih ya ini? Aku lagi ngamatin arah anginnya.” Aryo memastikan
keadaan angin pantainya seraya menyiapkan drone-nya.
“Aman. Gih buruan.” Sepertinya Dika sudah tak sabar narsis melepas pecawatnya itu.
Sore itu suasana sudah tak seramai ketika kami datang. Mendekati senja,
masih sisa beberapa pengunjung saja disana. Setelah semua dirasa oke, Aryo
menerbangkan kamera drone-nya. Dengan
gaya dan tingkahnya yang aneh, dia mengendalikan drone dengan remote control
di tangannya. Kamera DJI Phantom 3 itu terbang tinggi menjauh dari atas kami
menangkap gambar dan video landscape
Pantai Bama. Sesekali mengelilingi garis pantai dan berakhir mendekat kembali
ke arah kami. Kami hanya melihat drone itu dari matras tempat kami duduk sambil
melambai-lambaikan tangan kek orang ndeso
yang baru lihat kamera. Hahhaa.. Wagu
byanget pokokke!! Sampai akhirnya otak iseng Dika dan Aryo muncul. Dengan
bergantian mereka menerbangkan drone-nya
itu. Eits, bukan menerbangkan dengan remote
controlnya tapi itu drone mereka
bawa sambil lari-lari berputar mengelilingi tempat kami duduk. Kami semua
dibuat terpingkal-pingkal dengan tingkah dan ekspresi muka Aryo saat
lari-larian itu. (Koe bar kesambet opo,
Yok? Hahahaa ). Sumpah, kocak abis kelakuan mereka. Macam anak kecil yang
lari-larian sambil maenin pesawat-pesawatan. Hahahaa.
Senja makin menurun ke peraduannya, Rifqi beranjak dari duduknya lalu
mengeluarkan tripod dan menyiapkan kameranya. Siap membidik senja dari mata
lensanya. Dan rasanya hampir semua standby
dengan kameranya masing-masing. Bersiap mengabadikan moment senja yang jingga merekah dengan jepretannya. Tak terkecuali
aku. Tapi keinginan untuk beranjak dari matras rasanya berat, aku masih puas
menikmati senja Pantai Bama dari tempatku duduk sambil melihat tingkah
teman-temanku lain yang sedang berfot-foto ria. Mengamati Rifqi yang akhirnya
jadi fotografer motret Aryo, Dika, Galuh dan juga adekku secara bergantian di
pinggir pantai. Sayang juga pikirku kalo aku tak memanfaatkan moment “pemotretan” ini. Akhirnya akupun
bergabung dengan mereka, dan mengantri “jatah” difoto sama Rifqi. Sekali dua
kali jepretan kurasa cukup sebagai “syarat” narsis disana. Biar ga
dibilang No pict hoax. Hahhaa. Ngok!
Ini adalah kedua kalinya aku mengunjungi dan menikmati sunset di pantai Bama. Masih belum lama
sih memang. Pertama kalinya aku ke Bama bulan November lalu. Ya, baru sebulan
lalu aku dari sana. Tapi yang sebelumnya aku hanya berdua dengan Andri, temanku
dari Banyuwangi. Sedangkan kali ini aku berenam dengan adik juga teman-temanku.
Beda orang, beda suasana, beda pula
cerita walaupun dengan senja yang sama. Tapi tetap satu hal yang sama, moment menyenangkan dan kebersamaannyalah
yang tak akan penah dilupa.
Bama Beach, Banyuwangi
27 Desember 2015