Rabu, 06 April 2016

Cerita Senja di Pantai Bama


Perjalanan dari Baluran yang sedikit kesorean kalo aku bilang. Gegara lama berto-foto di gardu pandang dan Savana Bekol, jam 5 sore kami baru sampai di Pantai Bama. 20-30 menit perjalanan dari Savana Bekol menuju ke pantai Bama dengan menggunakan motor. Sebenarnya tidak terlalu jauh jaraknya, hanya 2 Km dari savana. Tapi karena kondisi jalannya yang berbatu, makanya harus jalan pelan-pelan kalo ga mau motornya oleng. Dika, Aryo, Rifqi, dan adikku sudah sampai duluan. Sedangkan aku dan Galuh sedikit terlambat sampainya gegara berhenti untuk berfoto di tengah jalannya. Dan berujung seruan “Wuoo!!” dari adekku ketika kami datang terlambat. Hehehe.
 Tak mau membuang waktu, kami memasang hammock yang kami bawa. Tiga buah hammock terpasang gagah di bawah pepohonan di sisi kiri pinggir Pantai Bama. Selesai memasang hammock Galuh yang gede dan lumayan ribet bentuknya, aku segera mengeluarkan trangia dan logistik bawaan kami. Aku memasak air untuk menyeduh kopi, etapi tunggu. Kayaknya ada yang kurang. Ya, gula! Damn, lupa beli gula waktu belanja logistik tadi.
“Mbak, kopi paitnya segelas mbak.” Rifqi meledekku sambil tertawa gegara aku beli kopi tapi lupa beli gulanya. Hahahaa.. Pinter!!
“Aku teh pait wae, Mbak. Hahahaa..” Galuh menimpali mengejek pula sambil mengeluarkan logistik dari dalam tasnya.
Wes, pait gapapa. Tapi yang penting itu sunsetnya bakalan manis.” Ucap Aryo sambil menunjuk ke arah langit.
“Apalagi ada dekbebb.. Pasti jadi manis banget.” Eaaaakkkk!!! Dika dan Aryo yang sedari awal menggoda adikku, makin jail saja bermodus ria terhadap adekku.
Masing-masing terlihat menikmati sore itu. Dika dan Aryo asik motret-motret pantai, Rifki masih nyantai nangkring di hammock, adikkupun lebih memilih mematung di pinggir pantai menikmati suara ombak. Sedangkan aku dibantu Galuh memasak mie goreng untuk sedikit mengganjal perut kami. Rasa lapar yang melanda sedari tadi di Bekol, membuat mie goreng yang kubuat langsung laris manis tak lama setelah matang. Heii... kalian laper apa doyan? Hahaha.
Beralaskan matras aluminium foil, 5 gelas warna-warni kopi dan teh pait, senesting mie goreng yang muter bergantian, dan beberapa cemilan, kami benar-benar enjoy menikmati moment sore itu di sana. Celotehan dan candaan jayus mewarnai obrolan kami. Terlebih ada adikku yang sedari awal menjadi sasaran modus Dika dan Aryo. Hahaha.. (Sabar yo dek). Rasanya makin asik dan pecah suasananya.
“Dah, Yok, terbangin cawatnyaah (drone), keburu gelap ntar.” kata Dika pada Aryo untuk segera mengeluarkan dan menerbangkan kamera drone yang dibawanya.
“Aman sih ya ini? Aku lagi ngamatin arah anginnya.” Aryo memastikan keadaan angin pantainya seraya menyiapkan drone-nya. “Aman. Gih buruan.” Sepertinya Dika sudah tak sabar narsis melepas pecawatnya itu.
Sore itu suasana sudah tak seramai ketika kami datang. Mendekati senja, masih sisa beberapa pengunjung saja disana. Setelah semua dirasa oke, Aryo menerbangkan kamera drone-nya. Dengan gaya dan tingkahnya yang aneh, dia mengendalikan drone dengan remote control di tangannya. Kamera DJI Phantom 3 itu terbang tinggi menjauh dari atas kami menangkap gambar dan video landscape Pantai Bama. Sesekali mengelilingi garis pantai dan berakhir mendekat kembali ke arah kami. Kami hanya melihat drone itu dari matras tempat kami duduk sambil melambai-lambaikan tangan kek orang ndeso yang baru lihat kamera. Hahhaa.. Wagu byanget pokokke!! Sampai akhirnya otak iseng Dika dan Aryo muncul. Dengan bergantian mereka menerbangkan drone-nya itu. Eits, bukan menerbangkan dengan remote controlnya tapi itu drone mereka bawa sambil lari-lari berputar mengelilingi tempat kami duduk. Kami semua dibuat terpingkal-pingkal dengan tingkah dan ekspresi muka Aryo saat lari-larian itu. (Koe bar kesambet opo, Yok? Hahahaa ). Sumpah, kocak abis kelakuan mereka. Macam anak kecil yang lari-larian sambil maenin pesawat-pesawatan. Hahahaa.
Senja makin menurun ke peraduannya, Rifqi beranjak dari duduknya lalu mengeluarkan tripod dan menyiapkan kameranya. Siap membidik senja dari mata lensanya. Dan rasanya hampir semua standby dengan kameranya masing-masing. Bersiap mengabadikan moment senja yang jingga merekah dengan jepretannya. Tak terkecuali aku. Tapi keinginan untuk beranjak dari matras rasanya berat, aku masih puas menikmati senja Pantai Bama dari tempatku duduk sambil melihat tingkah teman-temanku lain yang sedang berfot-foto ria. Mengamati Rifqi yang akhirnya jadi fotografer motret Aryo, Dika, Galuh dan juga adekku secara bergantian di pinggir pantai. Sayang juga pikirku kalo aku tak memanfaatkan moment “pemotretan” ini. Akhirnya akupun bergabung dengan mereka, dan mengantri “jatah” difoto sama Rifqi. Sekali dua kali jepretan kurasa cukup sebagai “syarat” narsis disana. Biar ga dibilang  No pict hoax. Hahhaa. Ngok!
Ini adalah kedua kalinya aku mengunjungi dan menikmati sunset di pantai Bama. Masih belum lama sih memang. Pertama kalinya aku ke Bama bulan November lalu. Ya, baru sebulan lalu aku dari sana. Tapi yang sebelumnya aku hanya berdua dengan Andri, temanku dari Banyuwangi. Sedangkan kali ini aku berenam dengan adik juga teman-temanku. Beda orang, beda suasana, beda pula cerita walaupun dengan senja yang sama. Tapi tetap satu hal yang sama, moment menyenangkan dan kebersamaannyalah yang tak akan penah dilupa.
Bama Beach, Banyuwangi

27 Desember 2015