Minggu, 29 Maret 2015

Amazing AMED #2

 Perjalanan Denpasar-Amed yang awalnya saya kira nggak terlalu jauh (saya hanya memakai celana pendek dan sendal jepit doang), ternyata lumayan bikin panas pantat dan gosong karena jalan menuju kesananya pas siang bolong. Hampir 4 jam di perjalanan dengan naik motor dari Denpasar memberi banyak cerita buat saya. Walaupun saya dibonceng, tetep aja terasa panas dan pegelnya. Apalagi motor yang saya pakai itu adalah motor dapat minjem dari temen yang sedang pulang kampung ke Jawa dan motornya itu cowo banget yang jok nya menurun dan nggak nyaman banget buat saya (motor thunder-red). Dengan diantar sama salah satu kawan disana, Kak Pras, kami bertiga menggunakan motor ke Amed. Sepanjang jalan setelah memasuki daerah Karangasem, saya sering sekali melihat orang berjualan ikan asap di pinggir jalan. Bahkan masih ada yang mengasapi ikannya di pinggiran jalan itu. Saya kira disana jauh dari pantai, karena sepanjang perjalanan sampai disana jalannya berkeok-kelok naik seperti mau ke puncak. Tapi juga heran, "Kok bisa ada ikan asap sih? Emang ada laut disini?" Ngomong dalam hati sambil liat kanan kiri, nggak ada laut sama sekali. Semakin gelap, semakin pegel-pegel badan karena lama di jalan, membuat saya mulai nggak fokus dengan penglihatan saya alias ngantuk. Sampai nggak sadar kalo motor udah berhenti di depan sebuah cafe. Dan ternyata, itu sudah sampai di rumah Bli Komang. Yeay!!

Finally, nyampe juga disini
Setelah salaman temu kangen dan kenalan dengan teman saya Nicky, Bli komang meminta saya untuk meletakkan tas saya di salah satu gazebo di rumahnya. Rasa heran campur takjub melintas di benak saya. "Jadi. Rumah Bli Komang itu menyatu dengan cafenya? Keren gini gazebo-gazebonya, apalagi dengan lighting yang terkesan romantis. Pas banget." kata saya dalam hati.
"Bli, ini nggak apa-apa kita simpen tas disini?" tetiba temen saya Nicky, bertanya sama Bli Komang. Wajar sih Nicky tanya gitu, secara gazebo-gazebo di sampingnya masih ada beberapa bule yang sedang nongkrong makan disitu. Bli komang cuma senyum aja nanggepin pertanyaan si Nicky, malah manggil Kak Pras yang sedari datang tadi langsung masuk ke dalam dapur rumah Bli Komang meninggalkan saya.




Romantisme Bali Beer n Grill Cafe
"Iya, simpen disitu aja. Kalian bebersih badan mandi dulu. Habis itu kita makan." begitu beliau memberi instruksi ke saya sama Nicky. "Nah, kalian habis mandi harus habiskan ikan ini sampai habis." belum juga saya melaksanakan instruksinya, beliau langsung kasih tunjuk ikan yang tengah di bawa Kak Pras. "Ini namanya ikan mahi-mahi, harus kalian habiskan pokoknya." kak pras menimpali sambil senyum-senyum.
Perasaan sih belum sejam saya dan Nicky selesai mandi, ketika saya kembali menuju gazebo tempat saya simpan tas tadi, saya lihat di mejanya udah penuh banget dengan aneka masakan. Di tengah keheranan saya, Bli Komang muncul dari belakang saya diikuti dengna kak Pras yag membawa air teh. "Ayuk makan let, udah dimasakin tuh sama chef Pras." *fyi: Kak Pras ini memang chef di restoran salah satu hotel di Bali. Hmm.. Pantesan. Pikir saya. Etapi betewe mana ikan mahi-mahinya yang tadi ya?" tanya saya dalam hati sambil ngliatin satu-persatu masakannya. Belum sempat saya utarakan itu ke Bli Komang, tetiba Nicky udah nyletuk aja. "Lha ikannya yang tadi mana, Bli? Katanya suruh ngabisin? Belum mateng ya?"
Ngga kperlu dikode, Bli Komang dan Kak Pras langsung ketawa. "Itu ikannya udah di piring semua, Nick. Udah jadi tempura, steak, sama sup ikan." jelas Bli Komang.
"Ebuseeetttt.."

Ikan mahi-mahi ala Chef Pras
Acara makan malam yang tak terduga itupun langsung habis tak bersisa. Kak Pras emang ngebuktiin kalo dirinya seorang chef. Ikan mahi-mahi yang sebesar lengan orang dewasa itu disulapnya menjadi beberapa menu masakan. Ada tempura ikan, sup ikan, steak, gril mahi-mahi, dan tak lupa ada juga urab khas Bali. Hmm.. Kebayang kan gimana bikin ngiler dan enaknya semua makanan itu apalagi dengan kondisi lapar karena capek lama di jalan, ditambah dengan suasana cafe gazebo yang romantis bingitss. Aah, top markotop banget lah pokoknya.
.............
Subuh di Amed sungguh terasa beda sekali. Serasa itu bukan di Bali. Badan yang lelah membuat saya pulas tertidur dengan Imbok, istri Bli Komang. Rasanya enggan sekali beranjak dari kasur ketika Imbok membangunkan saya untuk mengajak berjalan-jalan melihat sunrise di bukit. Saya pikir teman-teman saya yang lain belum pada bangun, tapi ternyata justru mereka sudah siap jalan. Namun ketika hendak berangkat, tetiba Bli Komang meminta Kak Pras untuk membuatkan sarapan untuk kami. Mau nggak mau akhirnya saya dengan Nicky menuju tempat yang dimaksud untuk melihat sunrise tanpa diantar oleh Kak Pras.

Namanya Bukit Jemeluk. Salah satu bukit yang ada di kiri jalan sebelum sampai ke rumah Bli Komang. Bukit kecil dimana dari sana bisa terlihat garis pantai yang luas dengan backgroundnya Gunung Agung. Di bukit Jemeluk itu banyak sekali sapi-sapi yang di lepas bebas merumput disana tanpa ada yang menjaga atau diikat leher sapinya. Maklumlah, disana sapi memang dianggap hewan yang istimewa, jadi ngga akan sembarangan orang untuk mencurinya. Dari atas batu besar di bukit itu terlihat jelas deretan jukung-jukung nelayan di Pantai Jemeluk. Jukung adalah nama perahu kecil nelayan disana. Awalnya saya pikir jukung-jukung itu hanya untuk mencari ikan saja, namun ternyata itu juga digunakan untuk membawa turis yang ingin diving menuju spot diving yang ada di tengah laut. Ketika Kak Pras datang menyusul kami kesana, dia memberitahu jika ada bangkai kapal Jepang Shipwerck sisa Perang Dunia II di tengah pantainya. Dan disana merupakan spot terbaik untuk diving ataupun sekedar snorkling ataupun freedive. (mungkin yang pernah lihat di youtube video "Found The Way"-nya Backpacker Indonesia Regional Bandung, bisa dilihat ada yang freedive di dekat bangkai kapal itu). Sebenernya nggak cuma di Jemeluk itu aja sih spot diving terbaik di Amed, masih banyak spot-spot terbaik buat diving disana. Seperti di Tulamben di Karangasem.

Pantai Jemeluk dengan latar Gunung Agung
Hanya sebentar menikmati sunrise (yang sedikit telat) di bukit Jemeluk, saya masih penasaran dengan spot pantai terbaik lainnya di Amed seperti yang dibicarakan Bli Komang malam itu. Sehabis sarapan bubur kacang hijau buatan Kak Pras, saya dan Nicky kembali menjelajah Amed. Ciee.. Nggak ding, meneruskan jalan-jalan aja dengan naik motor mengikuti jalan raya di depan rumah Bli Komang menuju ke atas. Niat hati mau mencari spot tertinggi untuk melihat pantai, tapi karena salah jalan entah dimana, justru kami menemukan sesuatu yang lain disana. Ya, kami sampai di sebuah kampung nelayan di pinggir pantai. Entah, saya lupa apa nama kampungnya.

Pagi disana terlihat sangat sibuk. Para ibu-ibu sudah duduk di pinggir jalan sambil mengasap ikan. Ketika saya melihat banyak jukung yang terparkir disana, saya bermaksud ingin mendekat untuk mengambil foto di jukung-jukung itu. Tapi ketika saya semakin mendekati pantainya, terdengar suara riuh anak-anak kecil. Ternyata ada sekolah di pinggir pantainya. Anak-anak kecil berseragam merah-putih itu masih bermain di sekitar pura kecil yang ada di sebelah sekolah itu. Saya melihat, sebagian dari mereka ada yang tidak bersepatu. Padahal waktu itu sudah lewat dari jam 7 pagi, tapi mereka masih asik saja bermain di luar sekolah, belum pada masuk kelas. Penasaran dengan keseruan anak-anak sekolah itu bermain, saya dan Nicky menghampiri mereka untuk sekedar mengobrol dan berfoto bersama. Ya, baru kali ini saya melihat bangunan sekolah yang letaknya dekat sekali dengan bibir pantai dan murid-muridnya banyak yang bermain disana. Bagi saya mungkin sedikit bahaya mereka main-main dekat dengan bibir pantai, namun bagi mereka mungkin itu sudah biasa. Kesehaarian mereka yang notabene anak pantai, membuat mereka bersahabat dengan alam tempat tinggalnya itu. Sebagai mahasiswa keguruan, saya terharu, bangga dan salut dengan mereka, apapun kondisinya tapi semangat belajar dan bersekolahnya masih sangat tinggi.

Semangat sekolaaahh!!
Sekembalinya saya dan Nicky dari kampung nelayan itu ternyata Bli Komang dan Kak Pras sudah menunggu kami untuk mengajak kami kembali ke Jemeluk. Yes, snorkling! Kami semua menuju ke sebuah resort Jemeluk Dive. Berhubung yang punyanya masih kerabat dengan istrinya Bli Komang, kami free masuk ke dalamnya, hanya dikenakan biaya untuk sewa alat snocklingnya aja. Itu juga dapat diskon.

Ayeee!! "Time to nyemplung ke lauuuutt!!!" teriak saya ke Kak Pras. Saya pikir kami akan dinaikkan jukung ke tengah laut seperti bule di depan saya yang sedang menaiki jukung dengan pemandunya. Tapi kata Kak Pras, kalo sekedar snockling aja dipinggiran juga udah bisa. Awalnya sedikit kecewa. "Dapet apaan kalo snorklingnya cuma dipinggiran gini?" kata saya dalam hati. Walaupun dengan perasaan yang "agak-agak" akhirnya saya nyemplung juga. Dan ketika baru sebentar saya meluncur dari bibir pantai, WOW! Subhanallah banget apa yang saya lihat jauh berbeda dengan yang saya kira. Kepala seakan tak mau lagi diangkat ke permukaan. Mata saya menemukan banyak sekali ikan-ikan dan terumbu karang warna-warni disana. Dan ketika saya hendak mendekati segerombolan ikan, ternyata ada dua ekor ikan nemo yang melintas di atas tangan saya. Rasanya langsung nyesel tadi udah suudzon duluan snorkling cuma di pinggiran pantai. Saking asiknya bersnorkling ria, tak sadar kalo Nicky dan Kak Pras terpisah jauh dari saya. Sedang berenang sambil terus mengejar ikan lucu-lucu itu, tiba-tiba googles saya kemasukan air. Saya berenang kembali menuju ke pinggiran untuk membetulkan googles saya. Ditengah-tengah saya berpapasan dengan Kak Pras dan saya bermaksud pegangan di badannya sementara untuk mengeluarkan air di googles saya. Tapi mungkin yang dikira Kak Pras lain. Baru sebentar pegang badannya, tiba-tiba Kak Pras menarik kuat badan saya ke menuju ke pinggir. Dan tanpa sadar, kaki saya terkena karang yang tajam di bawah. Mungkin dia pikir saya sudah lelah dan minta ditarik ke pinggir, makanya dia bertindak seperti itu.

Keep smile, Nick!
Awalnya saya pikir kaki saya cuma tergesek terumbu karang aja, alias ga sampai luka. Tapi hampir setengah jam saya berenang, kaki saya rasanya semakin perih dan sayapun tak kuat lagi untuk meneruskan snorkling. Pelan-pelan saya berenang kembali ke pinggiran untuk melihat kaki saya. Setelah naik ke permukaan, saya kaget melihat dibawah jempol kaki kanan saya ada luka sobek yang sangat panjang dan dalam. Pantesan rasanya perih banget, ternyata kaki saya luka lumayan dalem kena karang. Setelah diobati, saya nggak melanjutkan snorkling lagi. Nggak kuat perihnya. Dan merekapun akhirnya juga tidak. Sayang banget sebenernya, rasanya baru sebentar saya bisa menikmati bawah laut yang indah itu. Tapi apa daya, luka tetap luka, daripada dipaksain, perih yang ada. Asik.


Jukung di Pantai Jemeluk
Dua hari di Amed rasanya tidak cukup untuk menikmati segala pesona alamnya. Dan Bli Komangpun masih ingin menahan kami lebih lama disana. Beliau masih ingin menunjukkan dan mengajak kami berkeliling Amed. Namun apa daya, waktu yang bicara. Keterbatasan waktu yang kami miliki membuat saya dan Nicky harus segera meninggalkan Amed dan Bali. Kembali dengan rutinitas kegiatan kami masing-masing.
Amed, surga kecil yang ingin selalu saya kunjungi lagi jika suatu saat saya kembali ke Bali. Jika ada kesempatan, rasanya ingin menghabiskan banyak waktu disana. Menebus waktu yang kurang lama disana. Pertemuan yang singkat itu justru membuat saya berat meninggalkan Amed. Bukan lebay, tapi cius alias sedih beneran saya. Walaupun baru sebentar bertemu dan bercengkrama, tapi rasanya mereka sudah seperti keluarga. Semuanya baik banget pada saya dan Nicky. Terimakasih Bli Komang Bajing, Imbok, Dede Ayu, dan kak Pras tentunya yang sudah berbaik hati kami repotkan selama disana.
Dinner time
Diantara Kak Pras dan Bli Komang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar