Rabu, 24 Juni 2015

Belajar Bekpeker

Ini adalah perjalanan pertama saya dengan cara yang kata orang dibilang backpacker. Perjalanan pertama pula dalam pelarian saya dari sakit. Hampir dua bulan dirawat di rumah sakit, membuat badan dan pikiran saya terkungkung pada sakit yang saya rasakan. Dengan niat dan sedikit tekad, akhirnya tiga hari setelah keluar dari rumah sakit saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Bali. Untuk berlibur dan sedikit meregangkan otot-otot badan saya tentunya.
"Dir, aku mau berangkat ke Bali ya besok." Begitu saya mengirimkan SMS ke salah satu sahabat saya.
"Wah, ngawur kamu ini! Baru juga keluar dari rumah sakit udah langsung mau pergi-pergi aja, jauh pula. Jangan aneh-anehlah." Tak lama setelah saya mengirimkan SMS itu, dia langsung menelpon dan melarang saya untuk pergi. Tapi karena saya kekeuh pengen pergi, dan sudah menyiapkan semuanya alias tinggal berangkat saja, akhirnya diapun mengalah.
"Kau boleh pergi, tapi denganku, atau tidak sama sekali." tegasnya ditengah telpon. Saya tahu dia begitu karena mengkhawatirkan kondisi saya. Juga kekhawatiran orang tua saya jika tau saya pergi sendirian. Saya mencoba mengerti akan kekhawatirannya itu. Akhirnya tanpa banyak debat saya mengalah untuk mengurungkan niat berangkat ke Bali sendirian, tapi berdua dengannya. 
Ya, saya memang suka sekali traveling. Tapi untuk traveling ala-ala backpacker, itu baru pertama kalinya buat saya. Sepertinya diapun begitu. Dengan kesan sedikit dadakan di hari keberangkatan karena perubahan rencana yang tadinya saya berangkat sendirian menjadi berdua dengannya, kami berspekulasi saja ketika mencari tiket kereta. Kami memutuskan untuk menggunakan jalur darat dengan kereta dilanjutkan dengan bus, bukan bus yang langsung ke Bali. Start dari kota Semarang, kami dini hari sekali berangkat menuju Solo. Karena tujuan kami adalah naik kereta api Sri Tanjung dari Solo ke Banyuwangi. Nggak terbayang sebelumnya keadaan kereta api ekonomi saat itu. Awal tahun 2011, ketika kereta ekonomi belum senyaman kereta ekonomi yang sekarang. Masih belum ber-AC, masih ada penumpang yang berdiri dan tidur seenaknya di sepanjang lorong gerbong, bahkan sampai ada yang tidur di sambungan gerbong dan di bawah tempat duduk kami. Penjual asongan yang masuk di dalam keretapun diluar dugaan saya, penuh sesak. Rasanya segala ada di dalam gerbong itu. Ada yang membawa ayam jago hidup, penjual rokok, cemilan, makanan, mainan anak, hingga alat-alat dapur juga dijual disitu. Mereka menjualnya dengan cara dibagi-bagikan kepada seluruh penumpang, lalu mengambilnya kembali jika tidak dibeli. Tapi anehnya, ketika membagikannya mereka sedikit melempar dagangannya itu ke arah para penumpang, tidak peduli orang-orang itu sedang ngobrol, makan, ataupun tidur. Dan tak jarang pula yang sedikit memaksa kami untuk membelinya. Ada juga tukang sapu dadakan yang tiba-tiba menyapu di bawah kursi kami lalu meminta upah. Padahal kami tidak memintanya untuk membersihkan area tempat duduk kami. Merekapun bukan dari cleaning service keretanya. Pemandangan yang luar biasa bagi saya. Karena baru pertama kalinya saya melihat dan mengalaminya sendiri suasana dalam kereta ekonomi yang seperti itu. 
"Only in Indonesia." ucap bule cewek yang duduk di sebelah saya sambil tersenyum kepada saya. 
Beruntung saya dan sahabat saya masih dapat tempat duduk, padahal saat itu di tiketnya tidak ada nama ataupun nomor kursinya. Kebetulan juga di samping kami adalah dua orang turis dari Swiss. Dari style pakaian dan bawaanya, dua turis itu terlihat santai sekali. Dengan hanya memakai celana pendek, kaos oblong dan sendal jepit, mereka menikmati perjalanannya dengan buku dan music player di tangan mereka.
"De, lama banget deh keretanya. Kapan sampainya kalo begini? Ganti pesawat aja yuk, gerah nih." Toeengg!! "Pesawat?" tetiba teman saya sudah hampir menyerah duduk di kereta ekonomi itu.
"Mana ada bandara disini? Lagian aneh-aneh aja kamu ini. Nikmatin aja ya, nanti juga nyampe kok." kata saya mencoba menenangkannya. Iyalah, secara baru perjalanan beberapa jam aja dia udah minta pindah naik pesawat. Baru juga masuk perbatasan Jawa Timur, mana ada bandara di sana coba? Bandara di Surabaya juga masih jauh kali.
Perjalanan di kereta ekonomi Solo-Banyuwangi itu sungguh pengalaman yang tak pernah bisa saya lupakan. Bukan hanya karena pertama kalinya saya naik kereta ekonomi dan melihat langsung kondisi di dalam keretanya seperti apa, tapi juga saya dan sahabat saya merasa tertampar oleh dua turis yang duduk di samping kami saat itu.
Di tengah perjalanan, salah satu dari bule yang mengaku bernama Jane itu memperlihatkan buku tebal yang sedari tadi dibacanya, ternyata judul bukunya "VISIT INDONESIA." Dan ketika dia memperlihatkan pada salah satu halaman bukunya kepada saya, banyak saya lihat coretan-coretan di buku itu yang bahasanya tidak saya mengerti. Setelah saya tanya, ternyata mereka sudah hampir sebulan di Indonesia. Dengan antusias mereka menceritakan perjalanannya yang mengagumkan di Indonesia. Memulai perjalanan dari Sabang di Aceh, dan Jogja, saat itu mereka ingin melanjutkan ke Bromo juga Bali. Jedyaarrr!! Saya aja orang Indonesia asli belum pernah ke tempat-tempat itu *tutup muka. Percakapan kami berawal ketika Jane bertanya kepada kami di stasiun mana mereka harus berhenti jika mereka akan ke Bromo, sambil menunjukkan peta di bukunya itu. "Duh Le, lha wong aku aja baru pertama kali naik kereta ini dan nglewatin jalan ini. Ya mana ku tau." kata saya dalam hati. Daripada makin bingung si bule nggak dapat jawaban bener dari saya, akhirnya saya tanyakan pada petugas kereta yang kebetulan lewat di samping saya.
"Where are you go? Bali? Maybe we can meet up again in there." begitu katanya ketika mereka tau tujuan kami akan ke Bali.
Pengalaman duduk sebelahan dengan dua bule di kereta itu membuat mata kami terbuka dan sedikit merasa tertampar akan sikap kami. Melihat style berpakaian dua turis itu yang sederhana, serta cara mereka menikmati makanan dan minuman yang mereka bawa ternyata hanya nasi kucing dan sebotol besar air mineral, sikap mereka selama duduk di kereta yang tak jauh dari buku, tidak seperti kami yang gelisah dengan gadget di tangan kami. Juga destinasi mereka yang di luar dugaan kami. Justru mereka sepertinya lebih tau tentang Indonesia dibandingkan dengan kami yang orang Indonesia asli.
Dari awal keberangkatan dengan dandanan yang mungkin sedikit berlebihan untuk ukuran penumpang kereta ekonomi, gaya kami yang niatnya berjaga-jaga agar aman dan nyaman dengan menggunakan celana jeans panjang dan sepatu, memesan makanan di restorasi kereta, serta masih malu minum dengan air mineral langsung dari botol besar, semua itu justru membuat kami terlihat aneh bagi orang-orang di sekitar kami. Terlebih jika dibandingkan dengan bule-bule itu, mungkin kami terlihat konyol di depan mereka dengan gaya kami yang seperti itu. Bisa dibilang, sejak itulah saya dan sahabat memulai perjalanan kami dengan ala backpacker. Menurut kami, backpacker bukan hanya berorientasi dengan low budget, tapi bagaimana kami bisa menjadi smart traveller dalam setiap perjalanan kami. Belajar akan kearifan lokal dimanapun kami berada dan tetap rendah hati kepada siapa saja yang ditemui. Karena kami tidak pernah tau siapapun yang bertemu dengan kami bisa memberikan pelajaran berharga untuk kami, sengaja ataupun tidak. Tentunya saya pun tak ingin ketinggalan dengan bule-bule itu untuk mengenal lebih dalam alam sendiri. Tak ada gengsi seperti dulu, justru malu yang ada jika tidak banyak tahu tentang negeri kami sendiri. Tuhan Maha baik telah memberikan alam yang sangatlah indah di dunia ini. Alhamdulillah.

*mohon dimaafkeun indak ada foto di postingan ini, imbas hp raib waktu di Bali. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar