Selasa, 30 Juni 2015

Santai gelantungan di Air Terjun Jumog

"Let, tekan Let. Melek. Turu wae." Rasanya ada yang menepuk pipi saya, dan sayup-sayup terdengar suara keras Nyonyo membangunkan saya. Benar saja, begitu saya melek ternyata muka Nyonyo sudah di depan muka saya, dan grrrrrr... Semua menertawai saya. "Ayok bangun Mbak, seger lho disini." Suara Raisa semakin mengembalikan kesadaran saya dari tidur yang hanya sekejap itu. Kaget sekaligus malu waktu melek melihat mereka pada merhatiin saya sambil tertawa. Ya, ternyata sepanjang perjalanan dari pusat kota Solo tadi saya pulas tertidur. Sejak masuk mobil, kepala saya memang sedikit pusing. Memasuki jalanan berkelok Kabupaten Karanganyar, malah semakin oleng rasanya. Daripada "hoek" alias mabok di dalam mobil, mending saya merem. Eh, malah jadi kebablasan. Nyesel juga sih nggak sempet melihat jalanan menuju ke tempat ini.

Merasakan segarnya percikan air terjun Jumog
Begitu turun dari mobil, rasanya badan saya mulai segar kembali. Hawa sejuk ketinggian mulai terasa. Di papan kecil dekat parkiran mobil tertulis Air Terjun Jumog. Sedikit aneh memang namanya. Tapi saya tidak tahu kenapa air terjun ini dinamakan Jumog. Setelah menuruni jalanan setapak menuju gerbang masuk air terjun, kami membayar tiket masuk air terjun yang hanya 3000 perak per orang di loket masuknya. Taraaaaa!! Kami disambut tulisan di gapura masuk air terjunnya. Sedikit menggelitik saya kalimat yang tertulis di gapura itu. "Anda akan menuruni 116 anak tangga menuju ke air terjun. Semangat ya!" Tidak hanya kalimatnya yang membuat saya bersemangat, tapi juga ada gambar emoticon smiley yang membuat saya tersenyum sendiri setelah membacanya.
Sepi dan bersih. Dua kata itu yang terucap dari mulut saya. Saat menuruni tangga, saya hanya melihat beberapa orang saja disana. Sepasang muda-mudi yang sedang beristirahat di warung, dan satu keluarga kecil yang asik berfoto di jembatan kecil dekat air terjun. Selebihnya di dekat kolam renang terdapat beberapa orang pekerja bangunan yang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Sepertinya di area itu akan dibangun wahana rekreasi permainan anak lagi. Karena di dekatnya sudah ada arena bermain anak di sekitar kolam renang. Entah karena kami datang di hari biasa, bukan hari libur dan di-jam tanggung alias siang menjelang sore makanya tempat itu masih sepi pengunjung. 
Air Terjun Jumog "The Lost Paradise"-nya Kab. Karanganyar
Memasuki area wisata ini, kami disambut dengan puluhan anak tangga yang tertata rapi untuk menuju ke air terjunnya. Sepanjang menuruni anak tangga, di sekitarnya masih sangat bersih. Tak ada sampah yang berceceran dan tertata rapi. Nyaman sekali rasanya. Gemricik suara air di aliran kecil yang mengalir di bawah anak tangga terakhir. Dari situ baru terlihat derasnya air terjun yang sangat menawan. Benar kata orang yang menyebut tempat ini sebagai "The Lost Paradise" alias surga yang hilang. Atau kalau kata teman saya, niagara kecilnya Karanganyar. Aliran sungai yang mengalir dari air terjun itu mengalir di bebatuan kecil berundak yang dari kejauhan mirip sekali dengan niagara kecil. 
Terletak di desa Berjo Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Curug yang berada di lereng Gunung Lawu ini ketinggiannya kurang lebih 30m dan jaraknya berdekatan dengan Candi Sukuh. Entah kenapa saat disana saya tidak kalap berfoto seperti biasanya. Hanya beberapa kali saja berfoto di bawah air terjunnya. Udara yang sejuk, pemandangan yg indah, dan suasananya yang tenang membuat saya lebih memilih berjalan-jalan di sekitar air terjunnya. Tidak hanya wahana permainan anak dan kolam renang saja, tapi disana juga terdapat gazebo sebagai rest area, juga cottage dan panggung hiburan yang digunakan ketika ada pertunjukkan disana. Lelah berkeliling, sayapun menghampiri salah satu teman saya yang sedang tiduran santai di hammock yang baru saja dipasangnya.  Kemana-mana teman saya dari Malang itu selalu membawa hammock andalannya itu. Dengan direntangkan di satu batang pohon dan bambu besar jembatan di atas sungai kecil aliran air terjun, saya pun tertarik untuk ikut bersantai disana. Bergantian dengan teman saya yang turun dari hammock dan kemudian sibuk foto-foto. Membiarkan teman-teman yang lain asik berfoto ria di bawah air terjun, saya masih bergelatungan di hammock menikmati suasana segar dan menenangkan disana. Sungguh tak ada duanya suasana seperti itu. Membiarkan tubuh terbaring dan tergantung santai di hammock di  atas aliran sungai dengan pemandangan derasnya air terjun di depannya.
Nyantai menikmati air terjun di depan mata
"Ayoo.. Kita makan." teriak Raisa, ketika kami menaiki tangga untuk kembali pulang. Teman saya dari Bandung itu sepertinya mulai lapar.
"Kita nyate kelinci aja nanti di atas." jawab Moce yang emang orang Solo.
Yupp!! Katanya sate kelinci adalah makanan khas disana. Hawanya yang sejuk dan perut yang keroncongan, membuat kami terbayang sate kelinci yang lezat. Belum terlalu sore kami keluar dari area air terjun itu untuk pencarian selanjutnya, sate kelinci! Tapi sayang, lelah mencari di sekitaran air terjun hingga keluar dari desanya, kami tidak beruntung menemukan penjual sate kelinci. Yeah, terpaksa kami menahan lapar hingga kembali ke Solo karena di sepanjang perjalanan sibuk bingung menentukan menu yang lain selain sate kelinci. Haha.
Cukup sekian sepenggal cerita dari Air terjun Jumog. Perjalanan ini diperagakan oleh 8 manusia absurd dari beberapa kota. 8 manusia yang katanya bekpeker tapi nyatanya *bekbaper* dari Malang, Semarang, Bandung, dan Solo tentunya.

1 komentar:

  1. tidur di mobil masih kurang ya kak. lanjut di hammock hi.. hi....

    BalasHapus